EL-THAREQ

Selasa, 05 Juli 2011

Ideologi Islam Revolusioner (IIR) Banyak Merusak Negara Islam!

Ketika menulis buku Jihad Fi Sabilillah dan Tantangan-tantangannya tahun 1994, saya memang penuh harapan bisa membangun semangat jihad umat Islam Indonesia untuk berjihad menegakkan izzul Islam walmuslimin' di bumi ini, paling sedikit, di Indonesia.

Namun pada akhir Agustus yang lalu saya berjumpa dengan teman sekampung yang dulu aktivis pemuda rakyat. Saya terkejut karena ternyata dia masih hidup dan sekarang dia menjadi guru madrasah. Dia mengaku sudah membaca buku saya dan oleh karena itu dia sangat menyesal sebab, menurut dia, justru kampanye ''jihad'' itulah yang telah menggagalkan kejayaan Islam dan kaum muslimin sampai saat ini. Pernyataan teman sekampung yang bekas PKI ini menjadi renungan saya selama 12 hari ini. Betulkah kejayaan Islam dan kaum
muslimin justru digagalkan oleh kobaran jihad di mana-mana?
Lalu saya mulai mengkaji dari negara-negara yang hampir 100 persen Islam dan sudah memastikan sebagai negara Islam, yaitu: Arab Saudi, Mesir, Libya, Irak, Iran, Pakistan, Siria, Jordania, Turki, Aljazair, Sudan,
Yaman, Somalia, Malaysia, Brunei, Kuwait, dan Uni Emirat Arab. Ternyata hanya beberapa di antara mereka yang berhasil kemakmuran kehidupan rakyatnya, yaitu: Arab Saudi, Brunei, Uni Emirat Arab, Malaysia, dan Kuwait. Namun, ternyata kemakmuran itu bukan didapatkan dengan memeras keringat dalam membangun negara dan bangsa, melainkan karena mereka punya tambang minyak dan obyek wisata. Dan untuk Malaysia, kemakmuran itu justru karena di sana ada sekitar 50 persen penduduk kafir yang menjadi tulang punggung pembangunan, yaitu warganegara Malaysia keturunan Cina, India, Inggris, dan sebangsanya. Arab Saudi malah mendatangkan banyak orang dan perusahaan asing untuk membangun negaranya. Dan Indonesia membantu negeri tersebut dengan mengirimkan babu, sopir, dan pekerja kasar lainnya. Irak, Libya, dan Iran -- yang kaya minyak bumi -- ternyata malah menggunakan kekayaannya untuk menyelenggarakan proyek-proyek revolusi dan permusuhan dengan pelbagai negara di dunia. Bahkan Irak-Iran sempat baku hantam selama delapan tahun, sehingga menye ngsarakan rakyat masing-masing. Lalu muncul pertanyaan: Mengapa kekayaan-kekayaan itu tidak dijadikan modal untuk mempersatukan umat Islam di seluruh dunia? Dan kemudian membangun ekonomi, teknologi, dan sumber daya manusia Islam yang tangguh dan canggih, untuk masuk ke dalam persaingan dunia dalam berdagang dan membangun ekonomi demi kesejahteraan seluruh bangsa di dunia -- seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, RRC, Masyarakat Ekonomi Eropa, AS, dan lain-lain? Mengapa pula tak muncul Masyarakat Ekonomi Timur Tengah yang dimotori Arab Saudi, Libya, Mesir, Kuwait, dan Iran? Satu pertanyaan cukup untuk menggugat partisipasi umat Islam dalam membangun dunia. Kalau mau ditambah lagi, maka pertanyaannya: Haruskah dunia diislamkan dulu baru dibangun?

Saya akui bahwa melalui buku Jihad Fi Sabilillah... tersebut di atas, saya ingin membangun Ideologi Islam Revolusioner (IIR) supaya terbangun suatu kekuatan untuk membangun Islam secara cepat, sehingga cita-cita
Nabi Muhammad SAW bisa segera tercapai. Namun bukankah kegagalan-kegagalan di Timur Tengah itu justru karena menjamurnya macam-macam IIR sesuai dengan kreasi ulama atau pemimpin umat setempat? Apalagi masih ada ideologi Islam yang moderat, ideologi Islam yang ingin hidup berdampingan dengan non muslim, dan lain-lain. Jelas antar ideologi Islam itu pun sudah menghasilkan pergesekan antarumat, perlombaan merebut umat, dan lain-lain hal yang menimbulkan suasana politik penuh persaingan, sampai-sampai terjadi saling menyalahkan dan memfitnah. Kiranya semua ini sudah sangat kita ketahui. Di Indonesia juga banyak kita temui. Dan saya adalah salah satu orang yang menyebarkan landasan IIR itu. Sekarang muncul pertanyaan: Apakah untuk membangun kejayaan Islam dan kaum muslimin perlu dikembangkan IIR? Bukankah sampai saat ini IIR di masing-masing negara justru yang menimbulkan banyak kemunduran dan pertikaian dengan IIR konsep ulama lain atau negara lain, bahkan bisa menimbulkan perang antarnegara Islam seperti Irak-Iran, Irak-Kuwait, Taliban dengan kelompok Islam lainnya? Kalau di negaranya tidak mendapat tanding dengan pencetus IIR lainnya, maka yang dimusuhi adalah kelompok non-Islam, ini mema ng acara pokoknya. Ketika saya membuka buku Jihad Fi Sabilillah... halaman 56 bab ''Penentang-penentang Jihad'', saya menjadi tersenyum kecut. Kecut atas kebodohan dan kecerobohan saya. Masak saya membeberkan bahwa penentang jihad adalah Yahudi/Zionisme, Kristen Katolik dan Protestan, Komunisme-Atheisme, Hinduisme-Budhisme, Nasionalisme. Sebab ini berarti semua orang di muka bumi ini, yang tak beragama Islam, adalah musuh Islam dan harus dilawan dengan semangat jihad. Sungguh sebuah pikiran gila, namun sudah terlambat dikoreksi karena empat tahun yang lalu buku itu sudah beredar. Sungguh tolol kalau kita harus mengangkat pedang melawan semua kelompok-kelompok itu, sebab paling sedikit dengan mengangkat pedang kita tela h meninggalkan cangkul, pena, komputer, obeng, traktor pertanian, keramaian, sedekah, dan lain-lain. Dan itu berarti membuang dana dan tenaga, sementara pembangunan diri dan persahabatan dengan tetangga kita abaikan. Dan itulah persis yang sedang terjadi: Kita disibukkan dengan acara mencabik-cabik diri. Sebab ternyata yang kita anggap musuh itu telah melawan serbuan jihad kita dengan membangun di segala bidang dan membangun persahabatan dan kerjasama. Mereka nampaknya sudah sadar bahwa membangun dunia melalui perang dan permusuhan adalah sebuah tindakan kebodohan dan suatu pekerjaan yang sia-sia. Mereka memang yakin bahwa kemajuan dirinya hanya optimal kalau rakyat lain juga mengalami kemajuan. Sebab kemajuan rakyat negara lain itu berarti bisa membeli segala hal yang ia produksi. Artinya
pembangunan dan kemajuan teknologi di negaranya bisa dibiayai oleh keuntungan dari berdagang dengan negara lain itu. Inilah awal zaman globalisasi, karena semua pendu duk dunia berhasil dipaksa menjadi Islam! (Sebelumnya, dianggap memusuhi Islam, bila tidak Islam!). Di Indonesia gerakan IIR yang berusaha mengusir warga keturunan Cina dan orang kafir lainnya sangat jelas, yaitu bila kita urutkan tahun dan kejadian di mana umat Islam merusak toko, rumah ibadah non-Islam sejak empat tahun terakhir: Dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Medan, Banjarmasin, Ujungpandang, Pontianak, Aceh, Jakarta, dan lain-lain. Beberapa kelompok IIR yang menggerakkan? Dan IIR memang menghasilkan kebodohan bahkan kedunguan, sebab ternyata warga keturunan Cina itu belum juga pergi, namun semua modal yang milik Cina maupun pribumi telah banyak lari ke luar negeri. Jadi Negara Islam Indonesia harus mulai membangun dari nol . Sebab mereka yang punya tabungan tahu, bahwa kalau kebrutalan penjarah dipupuk dan disulut, yang terjadi tak hanya penjarahan dan pembakaran harta milik warga keturunan Cina, namun juga milik orang kaya lainnya. Massa akan sulit dikendalikan, apalagi keny ataan bahwa program pengusiran orang kafir itu juga menghasilkan krisis sosial, ekonomi, dan politik, sehingga orang miskin dan kelaparan makin membengkak. Dan mereka ini kalau lapar tak bisa lagi membedakan mana yang warga keturunan Cina dan mana yang pr ibumi asli, yang muslim, dan sudah naik haji berkali-kali setiap dapat rezeki nomplok dari program KKN. Sungguh saya sangat mengharapkan kebangkitan cendekiawan Muslim untuk menyelamatkan Islam dari merajalelanya IIR di mana-mana. Bukan hanya Indonesia yang sedang dilanda penyakit IIR, namun juga Afghanistan, Pakistan, Iran, Irak, Aljazair, Libya, Mesir, Su dan, Malaysia, Arab Saudi, Libanon Syria, Palestina, dan negeri-negeri lain. Mampukah cendekiawan Muslim Indonesia menjadi pelopor kebangkitan Islam untuk berjihad melakukan hal itu ?

Oleh: Ratri

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites