EL-THAREQ

Jumat, 24 Juni 2011

Mengelola Kesejahteraan Belajaar dari Saudi Arabia

Sesungguhnya potret besar ekonomi bangsa adalah kemiskinan, pengangguran, pendidikan dan tingkat kesehatan rakyatnya. Sayangnya di negeri ini, pemerintah lebih suka mengukur tingkat kesejahteraan rakyatnya dengan ukuran-ukuran yang tidak berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari rakyatnya. Wajah kemiskinan yang terpampang telanjang, tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya kualitas layanan kesehatan hadir berdampingan dengan "kaum borjuis" yang memamerkannya tanpa rasa kepedulian. Kesenjangan tersebut merupakan potret nyata kegagalan pemerintah dalam mengelola kesejahteraan. Pengelola kesejahteraan di negeri ini telah kehilangan kepedulian dan cita-cita "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" sebagaimana di amanatkan dalam pembukaan UUD 1945.
Sudah sepantasnya pemerintah mau belajar dari negara lain dalam mengelola kesejahteraan. Belajar dari negara maju seperti Jepang dan Amerika rasanya terlalu sulit dan berat. Mau belajar dari Singapura juga rasanya kita sudah terlalu jauh tertinggal. Jika tidak malu, kita bisa belajar dari Arab Saudi. Kekayaan Arab Saudi hanya mengandalkan minyak dan jamaah haji, sedangkan Indonesia memiliki sumber daya alam yang bervariasi dari hasil hutan , emas, minyak, batubara, tembaga, pertanian hingga pariwisata. Selain itu pemerintah Indonesia masih menarik pajak dari rakyatnya, sedangkan di Arab Saudi rakyat di bebaskan dari pajak. Arab Saudi hanya mewajibkan rakyatnya untuk membayar zakat, sama seperti yang di lakukan oleh umat Islam di Indonesia.
M
Hal yang membedakan adalah pengelolaan kesejahteraannya. Di arab Saudi seluruh rakyatnya di bebaskan dari biaya pengobatan, gratis biaya pendidikan dari SD hingga universitas. Selain pendidikan gratis mahasiswa Arab Saudi juga mendapat gaji dari pemerintah mereka sebesar 1000 SR. Gaji ini juga di berikan pada semua mahasiswa asing yang kuliah di arab Saudi dengan jumlah yang sama dengan mahasiswa Arab Saudi. Perbedaan lain, di Arab Saudi semua jenis usaha baik industri maupun perdagangan harus melibatkan warga Arab Saudi sebagai owner. Ingat sebagai owner, bukan sebagai budak. Dalam pengelolaan ekonominya Arab Saudi menerapkan prinsip "harus menjadi tuan di negeri sendiri". Tidak heran, Arab saudi mampu membeli SDM-SDM berkualitas dari seluruh dunia untuk menggerakkan dan mengelola perekonomian yang diperuntukkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyatnya. Arab Saudi juga mendatangkan jutaan pekerja informal dari berbagai negara muslim, untuk memberi kenyamanan dan kemudahan warga negaranya.

Mall Di Saudi
Bandingkan dengan di Indonesia, kemana larinya sumber daya alam yang melimpah dan bervariasi. Kalo pun SDA tersebut telah di kelola siapa yang menjadi tuannya dan siapa budaknya. Siapa yang diuntungkan?
Belum lagi kalo kita melihat semakin mahalnya biaya pendikan, pengobatan dan harga barang-barang kebutuhan pokok. Sepertinya negara ini salah urus dalam mengelola kesejahteraan rakyatnya. Sepertinya, kita akan tetap menjadi miskin di negeri sendiri dan juga menjadi budak di negeri asing. Atau ini memang takdir, bahwa negeri ini lahir sebagai negara kaya raya tapi rakyatnya miskin. Entahlah, mungkin anda tahu jawabannya...

Sumber: http://politikana.com/baca/2009/07/13/mengelola-kesejahteraan.html

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites